Mentari mulai naik, pertanda hari semakin siang. Cuaca cerah hari itu, serasi dengan keceriaan kami. Kami sudahi acara itu, dan kami berkemas. Diantara rela dan tidak rela, kami harus meninggalkannya. Kami terkesan dengan eksotismu, kami takkan pernah melupakanmu. Kami berat meninggalkanmu, namun kami harus kembali ke ibukota. Good Bye Menganti Beach.
Pukul 11.15, kami semua beriringan meninggalkan pantai Menganti, kembali ke Jakarta, dengan konvoi santai, kami melaju melalui rute kota-kota di Jawa Tengah, untuk selanjutnya menembus jalur pantura. Kami kembali melalui Gombong hingga Purwokerto, serta beberapa kota lainnya yang saya tidak ingat untuk menyebutkannya. Maklum ya, saya baru sekali ini melewati daerah-daerah sini, belum pernah sebelumnya sekalipun melalui rute dan kota-kota tersebut.
Siang itu cuaca memang cukup terik, sangat terasa apabila apabila kami berhenti, khususnya saat berada di lampu merah. Ketika itu, Lifa, boncenger saya terlihat gundah gulana, mencari bantal untuk mengganjal tempat duduknya. He.he.. maaf ya saya ngga bawa bantal.
Sekitar pukul 13.30, tibalah kami di kota Purwokerto, kami putuskan untuk rehat sejenak, di sebuah warung makan. Oke guys, kita makan siang yuuk, kita makan Empal Genthong. Siipp..
Setelah cukup makan siang dan rehat sejenak, sekitar pukul 15.00, kami lanjutkan lagi perjalanan. Saya ingat betul, rute yang kami lalui saat ini berbeda dengan saat kami berangkat. Kali ini kami melewati jalan Ketanggungan. Sebuah jalan by pass dari jalur Tegal-Purwokerto untuk cepat menuju Cirebon, tanpa harus melalui kota Slawi, Tegal dan Brebes. Jalanannya sendiri sebetulnya relatif bagus dan lancar, namun masih ada beberapa proses perbaikan. Sempat rehat di pinggir jalanan Ketanggungan untuk membeli oleh-oleh telor asin, perjalanan kami lanjutkan kembali.
Malam mulai tiba, saat kami berhasil menemui jalur pantura, tepatnya di daerah Losari, sebagai ujungnya jalan Ketanggungan. Kami lanjutkan riding itu ke arah barat, hingga mulai memasuki kota Cirebon. Dan guys, di sinilah cerita tentang Cirebon dimulai.
Malam mulai tiba, saat kami berhasil menemui jalur pantura, tepatnya di daerah Losari, sebagai ujungnya jalan Ketanggungan. Kami lanjutkan riding itu ke arah barat, hingga mulai memasuki kota Cirebon. Dan guys, di sinilah cerita tentang Cirebon dimulai.
Guys, aku yang semula mendambakan suasana yang lebih akrab dengan kota ini, melaluinya hanya sebentar saja kala itu, saat
keberangkatan 2 malam yang lalu.
Kini, tanpa sebuah rencana, kami
didamparkanNya di sini, di kota Cirebon. Sebuah “pendaratan” yang tanpa disengaja,
yang tak mungkin kami lalui selintas saja, melainkan, akan lebih lama. Alhamdulillah.
Cerita bermula saat kami mulai memasuki Kota
Cirebon, dari arah Losari. Aku yang dalam malam itu masih terposisikan sebagai
sweeper, mendapati Om Jek yang tiba-tiba berhenti. “Ada apa Om?” begitu
tanyaku. Tak ingin berfikir lama, aku mengejar rombongan yang di depan,
kutinggalkan Om Jek bersama AKDM. Cukup jauh ku mengejar rombongan yang malam
itu di komandoi oleh Njum. Hingga beberapa kilometer, kudapatkan mereka,
kuinstruksikan untuk berhenti semua, disisi kiri jalan. Ok Guys, kita break
dulu, Om Jek sedang trouble. Kita pantau dan tunggu beliau.
Ku telpon om Jek, kutanya apa yang sedang
terjadi. Om Jek mengatakan kalo roda belakangnya goyang. Menolak untuk kami
jemput, Om Jek memnita kami menunggu saja di depan. Om Jek di temani AKDM saat
itu.
Menit berganti menit, hingga kurang lebih 1
jam kami menunggu, om Jek akhirnya bisa melaju dan menemui kami yang telah
menunggu di depan. Namun, om Jek meminta untuk dicarikan sebuah bengkel.
Kami lalu riding kembali, konvoi pelan dan
mencari sebuah bengkel, untuk perbaikan si Jangkrik krik krik. Tak berapa lama
kemudian, kami berhasil mendapatkan sebuah bengkel, di sisi kiri jalan. Ok
Guys, kita semua merapat di sini, kita break, kita menunggu perbaikan motor om
Jek.
Sembari menunggu perbaikan motor, Boris dan
kawan-kawan sudah gatal aja ingin bernyanyi, dengan sebuah gitar yang
dipinjamnya dari bengkel motor. Hmm... dapet aja nih si Lae.
Sudah berpuluh-puluh menit kami menunggu, tak
disangka, bengkel tidak memiliki sparepartnya. Alamak, gimana ini. Pemilik
bengkel berbaik hati mencarikannya, di sekitaran Cirebon. Namun, dalam
pencariannya yang sekitar setengah jam itu, dia kembali dengan tangan hampa.
Alias tidak mendapatkan sparepart itu.
Kini, kami harus melakukan pencarian yang
kedua, dengan armada dan personil yang berbeda. Yah, kini saya yang harus
mencarinya, bersama sang mekanik bengkel. Menyusuri malam di kota Cirebon, dan
juga pinggirannya.
Guys, malam itu, jarum jam menunjukkan pukul
20.30, saya dan sang mekanik masih mencari sparepart untuk si Jangkrik krik
krik di sekitaran Cirebon. Agak heran juga mengapa banyak toko sparepart motor
yang sudah tutup meski baru jam segitu. Rupanya, sang mekanik yang saya
boncengin malam itu menceritakan tentang maraknya aksi begal di Cirebon,
sehingga memilih tutup meski agak sorean. Oh itu toh penyebabnya, rupanya tidak
di Jakarta saja cerita begal, namun di Cirebon juga ada.
Singkat cerita, kami berhasil mendapatkan
sparepart itu, dari sebuah bengkel yang memang sebetulnya sudah nutup, namun
berkenan melayani kami. Alhamdulillah kami bergegas kembali ke bengkel dimana
pasukan berkumpul.
Tak berapa lama, si Jangkrik krik krik sudah
normal kembali. Kami berkemas dan bersiap melanjutkan perjalanan kembali,
menuju ibukota.
Pukul 21.30, kami smua meninggalkan bengkel
itu.
Memasuki kota Cirebon, mulai terjadi miss
komunikasi. Mungkin sudah ditakdirkan ya untuk kami bisa berlama-lama di kota
ini. Kami putuskan untuk ke POM Bensin terdekat, mengingat si Aldy sudah
kehabisa bensin, namun yang terjadi, bro Nurdin menghilang entah kemana dia.
Dia tidak ikutan ke POM Bensin.
Well, terpantau dia sudah di dekat Palimanan.
Kami susul dia dan ketemulah dia. Dan sesuai kesepakatan, kami harus dinner di
Cirebon, nasi Jamblang. Siip, kami balik arah, menuju pusat kota Cirebon. Aku
yang malam itu bersama tuan rumah (Lifa), mengambil alih posisi di depan, untuk
menunjukkan lokasi dinner.
Tidak disangka, kami malah bercerai berai,
rombongan terpisah menjadi tiga bagian. Ah ini pasti faktor kelelahan yang
dipadukan dengan kelaparan, jadinya ya begini, konsentrasi menurun. Saya dan Aldy memilih diam di tempat, memantau
dan menunggu smua robongan berkumpul kembali.
Nah, tuh dia pasukan lain sudah kelihatan dan
menuju ke arah saya dan Aldy. Lho tapi si Handry mana? Tinggal dia doang nih
yang ga kliatan. Ah rupanya dia salah arah, menuju Terminal. Hmm.... tenang
bro, kembalilah ke arah kami. Kami menunggumu.
Setelah semua lengkap, kami lanjutkan kembali,
saya dan Lifa masih di depan, mengarahkan pasukan untuk menuju Nasi Jamblang.
Tidak jauh kami melaju, ketemulah sebuah kawasan yang malam itu banyak sekali
penjual nasi jamblang berjajar. Kami pilih salah satunya, memarkirkan
kendaraan, lalu makan malam bersama.
Ayo guys, kita dinner, kita nikmati malam ini
di Cirebon. Makan yang kenyang ya, perjalanan kita masih jauh menuju ibukota.
Sementara jarum jam menunjukkan skitar pukul
22.30. Entah kenapa, malam itu saya merasa nyaman di Kota itu, rasanya ingin menyelami
lebih dalam tentang kota itu. Satu malam di Cirebon, begitu membekas.
Posting Komentar