TURPANCI, Journey To The South

Pelan-pelan, kami mulai turun gunung dari Guci, cuaca gerimis mengiringi kepergian kami dari Guci, menambah kesyahduan dan kerinduan akan suasana indah dalam kebersamaan. Kami akan melanjutkan perjalanan, menuju Pantai Menganti, sebuah pantai yang sangat indah, di bagian selatan Jawa Tengah. Gerimis terus mengundang, kami beriringan berjalan dengan kecepatan sedang, mengarah ke Selatan, melalui jalanan di kaki gunung Selamet.


Ada bunga “Edelweiss”

Belum jauh meninggalkan Guci, aku merasa melihat adanya sekumpulan tanaman bunga Edelweiss. Putih mekar nan indah. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu, aku tepikan kendaraan, berhenti di pinggir jalan. Lalu kuamatilah tanaman itu dari dekat. Belum juga jauh melangkah untuk mengambinya, tersadar. Bahwa itu hanyalah Edelweiss palsu, alias tanaman liar di sawah yang memang mirip Edelweiss. Entah apa yang menutupi penglihatan mataku, sehingga tanaman rumput sawah ku sangka Edelweiss.

Tidak jadi mengambil “Edelweiss”, kami lalu melanjutkan lagi perjalanan, mengejar rombongan yang sudah melaju di depan. Melalui jalanan khas daerah pegunungan, naik turun dan berkelok-kelok.  Kondisi jalanannya yang bagus, serta suasana sore yang adem menjadikan riding sore itu menjadi riding yang punya arti sendiri.

Semakin jauh melaju, kami mulai memasuki daerah hutan, jalanan mulai sepi, namun sesekali kami melewati perkampungan yang yang penuh dengan tanaman bunga.  Sangat indah bunganya, saya bahkan baru melihat jenis bunga itu, berwarna ungu dan berjajar rapi sepanjang jalanan kampung di kaki gunung selamet itu. Namun kali ini, saya tidak ingin berhenti, karna khawatir saya akan tertipu dan mendapati bunga indah yang palsu. Jadi cukup kami nikmati saja keindahan itu di sepanjang perjalanan. Bunga indah yang mewarnai perjalanan kami, menuju ke Selatan.

Si Njum Offside

Masih di sore itu, di sepanjang jalan di kaki gunung selamet, kami yang melaju dengan kecepatan sedang, tiba-tiba dikejar oleh bro Boris, “Stop-stop, bro Nurdin trouble di belakang” kira-kira begitu pintanya. Tak banyak tanya, saya langsung banting setir, putar arah balik untuk mencari bro Nurdin, yang ketika itu berboncengan dengan Lenny. Sementara itu, bro Boris masih melaju kencang ke depan, mengejar OmJek, Pa Endah, Handry dan Aldy.

Di tengah perjalanan arah balik mencari bro Nurdin, saya berpapasan dengannya. Rupanya dia tidak mengapa dan motornya telah normal kembali. Melihat itu, saya balik arah lagi, mengejar dan mengikuti rombongan lainnya.

Tibalah saya memasuki turunan yang sangat curam, nekuk ke kiri lalu ke kanan lagi. Jalanan ini akan menjadi sensasi tersendiri apabila kita bisa menikmati dan berhati-hati. Namun tidak untuk sore itu, saya yang terposisikan di bagian paling belakang rombongan, dikejutkan dengan rombongan di depan yang berhenti semua, persis di tikungan curam itu “Ada apa ini, kalo mau istirahat kenapa harus di sini” begitu bunyi suara hatiku. Tanpa mengetahui apa yang sedang terjadi, saya pun menepikan kendaraan.  Belum sempurna saya memarkirkan kendaraan, saya dikejutkan dengan si Njum (motor bro Boris) yang nyungsep di selokan, cukup dalam. Astaghfirullahal’adziim, si Njum offside ya? Pasti overspeed neh saat di tikungan. “Boris mana Boris?” Melihat posisi Njum yang memilukan, fikiran saya sudah macam-macam dan langsung tertuju pada bro Boris. Ah syukurlah, tu dia bro Boris sudah berdiri, di dekat tante Vivi yang masih gemetaran terduduk pilu dan tetap tersenyum. Sakit ngga tant? Yuuk dianterin ke Puskesmas? Begitu tawaran kami. Namun tante Vivi menolak dan berdalih tidak mengapa.

Baiklah, kita angkat Njum yuukk rame-rame keluar dari selokan. Njum yang terjepit di selokan dengan kedalaman sekitar 1 meter, sangat sulit untuk diangkat. Selain bobot Njum yang mencapai 180KG, posisinya yang terjepit juga menjadi kendala sendiri untuk diangkat. Dan bismillah, kami berhasil mengangkat Njum ke permukaan.  Beruntung Njum masih bisa menyala, meski kondisi fisiknya sebagian retak dan penyok.

Bro boris yang merasa masih sanggup menunggangi Njum, sepakat untuk melanjutkan perjalanan. Namun untuk berjaga-jaga, bro boris kami tempatkan di formasi tengah, sementara saya tetap menjadi Sweeper di bagian paling belakang.

Setelah kejadian itu, kami melanjutkan lagi perjalanan ke selatan. Sekitar 500 meter dari lokasi offsidenya Njum, kami rehat di sebuah kantin di pinggir jalan, diskusi dan menenangkan diri dulu, sambil ngupi-ngupi.

Sore itu, kami menghabiskan waktu di warung pak Haji, kami duduk santai sambil minum kopi dan mendoan, sebagian ada yang makan bakso. Kami berdiskusi seputar tujuan selanjutnya. Hingga Maghrib tiba, kami masih di situ. Kami memutuskan untuk tidak ke Menganti pada hari itu, sebab hari sudah gelap. Kami jalankan plan B, menginap di rumah Ipul, ya kita akan mengarah ke sana, di daerah Gombong-Kebumen.

Selepas shalat Maghrib, kami berkemas, melanjutkan perjalanan ke selatan. Kami akan melewati beberapa kota di jawa tengah, hingga mencapai tujuan. Kali ini, bro Nurdin menjadi RC, menggantikan Om jek yang sudah memimpin rombongan sedari Guci, dan saya tetap sebagai sweeper, alias paling belakang, menjaga dan memantau keutuhan anggota.

Pelan-pelan, kami meninggalkan warung pak Haji, menembus gelapnya malam, menyusuri jalanan perkampungan, sepi nan hening. Sementara cuaca cerah malam itu. Saya tidak ingat betul kota-kota apa saja yang kami lewati, terlalu banyak belokan, kanan, kiri entah berapa kali, tidak ingat. Satu persatu kotapun kami lewati, melalui jalanan besar, melalui rute kendaraan antar kota, banyak juga bus-bus antar kota pada malam itu. Satu-persatu kota kami lalui, konvoi berjalan lancar malam itu, alhamdulillah tidak ada rintangan

Sekitar 2 jam perjalanan, kami mulai masuk ke perkampungan, dengan hamparan sawah membentang di kanan dan kiri jalan. "Ah, rupanya sudah mulai tiba di rumah Ipul", begitu fikiranku. Kami masuk di sebuah gang, lalu berhenti, menunggu penjemputan dari bapaknya Ipul. Tidak lama menunggu, bapaknya datang, lalu miminta kami untuk mengikutinya, menuju rumah Ipul.

Hulk dan AKDM terjatuh

Masih di gelapnya malam perkampungan, jarum jam menunjukkan pukul (sekitar) 21.00, kami beriringan mengikuti bapaknya Ipul. Saya mendengar medan yang akan dilalui harus menyeberangi sungai. Hah? Apa saya tidak salah dengar? Mendengar itu, saya bergegas merubah formasi, memilih posisi di tengah. Meninggalkan beb Malih dan Aldy di belakang. Jiperrrlah klo masih terus di belakang mah... he..he.. sorry ya bro.

Tibalah kami di ujung jalan, alias tidak ada lagi jalanan perkampungan, selanjutnya kami harus menyeberangi persawahan dan sungai untuk menuju rumah Ipul. Satu-persatu mulai menapaki jalanan sawah, tepatnya adalah jalanan pematang sawah, dengan lebar jalanan hanya sekitar 25 cm, sementara kanan-kirinya adalah sawah/kebon kangkung, entahlah tidak jelas sebab gelap gulita. 

Bapaknya Ipul yang pertama, beliau sukses melalui jalanan itu dengan prediket grade A (alias lancar banget), disusul AKDM, Njum, Jangkrik krik krik dan si Sexy. Kini giliran Hulk yang harus melaluinya, menapaki jalanan sempit dan tidak ada pijakan kaki yang minim, teorinya, kita tidak boleh berhenti saat melalauinya, sebab percuma saja berhenti karena sulit mendapati pijakan kaki di bawahnya.

Benar saja, Hulk kehilangan keseimbangan, tidak bisa kaki saya menahan, Hulk terjatuh ke kanan, jatuh yang indah, “Astaghfirullahal’adzim.., kamu.., tidak apa2?” begitu tanyaku ke boncengerku. Beruntung, kami berdua tidak mendapati cidera. Berita kejatuhan Hulk langsung tersebar, ke smua rider, Om jek dan pa Endah menghampiriku, membantu mengangkat Hulk yang terkapar di sawah. Siip, Hulk sudah berdiri dan siap melanjutkan perjalanan lagi, sementara boncenger memilih berjalan kaki karena medan yang masih sulit. Terima kasih om Jek dan pa Endah.

Bapaknya ipul yang berada paling depan, dan sudah lolos dari ujian jalanan sawah, memutar arah dan mencoba untuk mengampiriku, sebab mendengar kejatuhanku. Tinggallah si AKDM sendiri di depan. Dalam gelap gulita dan hanya diterangi lampu motor masing-masing itu, si AKDM kemungkinan terburu-buru untuk mencoba balik arah juga, menghampiri rombongan yang masih di belakang. Dan mungkin sebab terburu-buru, si AKDMpun terjatuh, terpeleset pasir savana di pinggir kali. 

Mengetahui hal itu, kami semua menghampirinya. Berusaha menolong. Handry cukup sigap dan langsung berdiri, sementara bu Rahma terlihat masih terduduk dan meringis kesakitan, sepertinya kakinya tertindih AKDM. Para boncenger mencoba mengurutnya.
Nah, Si Beb Malih dan Aldy mana ya? Koq ngga kelihatan? Tak berapa lama, muncullah mereka. Boncenger mereka memilih turun saat berada di jalan pematang sawah. Sebuah antisipasi yang bagus.

Tibalah kami semua di tepian sungai, tidak terlalu dalam, namun cukup lebar sekitar 10 meter dan penuh bebatuan. Ini adalah ujian yang kedua setelah pematang sawah. Syarat lolos ujian ini adalah, jaga ritme kecepatan, jaga keseimbangan dan tidak boleh berhenti jika tidak ingin basah-basaahan.

Satu-persatu mulai menyeberanginya, lalu naik ke permukaan, mengarah ke perkampungan Ipul. Dan sekitar 300meter setelah itu, kami semua tiba di rumah Ipul. Ok guys, kita finish di sini untuk malam ini. Kita barusaja menjalani petualangan hebat. Selamat beristirahat semuanya.


SATU MALAM DI RUMAH IPUL

Tiba di rumah Ipul, tuan rumah menyambut kami dengan sumringah, kami rehat sejenak di teras rumah, ngobrol santai dan selonjoran, sebagian ada yang langsung mandi, ganti baju dan sholat Isya. Tidak berapa lama kemudian, kami dihidangkan makan malam, nasi hangat, ikan goreng, sambal dan lalapan, serta teh dan kopi panas. Semua ikut makan, kecuali bro Nurdin yang tidak ikut makan, beralasan karena sudah makan bakso di warung pak Hji, sore tadi.

Sembari makan malam bersama, kami saling bercerita seputar perjalanan tadi. Bro Boris bercerita panjang lebar, khususnya seputar offsidenya Njum. Dia menyalahkan Rcnya yang terlalu cepat melaju, sementara Om Jek yang ketika itu menjadi RC tak mau kalah, dia beralasan laju motornya tidak terlalu kencang. Ah sudahlah kawan, yang sudah terjadi biarlah terjadi. Hati-hati saja buat kedepannya. Cerita lain datang dari saya sendiri, yang menceritakan kejatuhan Hulk di sawah, serta kejatuhan AKDM di pasir savana. He..he.. banyak cerita malam itu, kami larut dalam kebersamaan.

Selepas makan malam, tuan rumah mendatangkan tukang urut panggilan, khusus mengurut boncenger yang jatuh, cewek-cewek diurut, di kamar khusus.  Semoga lekas baikan semuanya, sebab esok hari, kita masih akan melakukan perjalanan ke pantai menganti.

Sekitar pukul 23.00, masing2 dari kami mulai mencari lapak, buat tidur. Bro Boris sudah menguasai satu lapak sejak kedatangannya, yakni di bangku panjang ruang tamu, sebentarpun tak pernah beranjak. Sudah PW rupanya dia he..he..

Giliran Bro Nurdin, Handry, Aldy, Pa Endah dan Ibnu, berjajar di ruang tamu. Nah giliran saya nih? Aduh kagak kebagian lapak euy. Tidur dimana ya saya? Masa harus tidur di depan rumah :( Hiks. Begitu bunyi curahan hatiku. 
Ah untunglah tuan rumah mendengar isi hatiku, aku dipersilahkan tidur di kamar VIP, wow alhamdulillah...., hadiah bagi orang-orang yang bersabar, akupun terlelap.



Dapat petuah dari pa Endah

Pukul 01.00 dini hari, tiba-tiba aku terjaga dari tidurku, tak bisa lagi kupejaman mataku, aku mendapati seseorang berada di sampingku, ah siapa ini? Oh Om Jek toh rupanya, dia menyusulku ke kamar VIP, sebab tak kebagian lapak.

Cukup lama mata tidak bisa terpejam, aku keluar kamar, duduk di ruang tamu, di dekat para cowok pada tidur. Malam itu kira2 pukul 02.00, ku bangunkan pa Endah. Pak Endah lalu duduk, kami terlibat obrolan singkat,

pa Endah             : Kenapa pa Alim?
Saya                    : Saya tidak bisa tidur pak
Pa Endah             : Pa Alim harus bisa memikirkan suara gemiricik air sawah, seperti saat kita camping di  Citarik. Fokuslah pada suara air sawah itu.
Saya                       : Oh begitu ya pak? Kalo begitu terima kasih ya pa Endah, aku akan mencobanya, maaf telah menggangumu.

Pa Endah kembali berbaring, melanjutkan tidurnya. Akupun kembali ke kamar VIP, kembali mencoba memejamkan mata, sembari memikirkan apa makna petuah pa Endah tersebut.  Aku diminta fokus konsentrasi ke gemericik air sawah, mana mungkin bisa? Sedangkan disini memang tidak ada suara itu.


Ah, rupanya aku harus mengartikannya secara luas, inti dari petuah ini adalah pengalihan konsenrasi. Kucoba cari suara lain, dan kutemukanlah suara jangrik, persis dibalik tembok kamar tempatku tidur. Aku fokus di suara itu sambil pejamkan mata, benar saja, akupun tertidur.



Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. GG ESCAPADE - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Aliem Swazanazegger
Proudly powered by Blogger